BUMI TIDAKLAH BERPUTAR, SEBELUM DIPERINTAHKAN UNTUK BERPUTAR

Jumat, 19 Agustus 2011

Fifty : Fifty


Kemarin, rasanya masih terngiang kata-kata bunda yang menyuruhku untuk mencari pacar sendiri. “Ah Bunda, kan tugas bunda dan ayah untuk mencarikan jodoh Hani.”, balasku atas ucapan bunda yang mulai menghawatirkan anak gadisnya bertambah dewasa.
“Nanti gak cocok kalo bunda yang cari”
“Yang penting sholeh dan baik Bun,”. Lalu ku tinggalkan bunda yang masih berpikir, ntah apa yang ada dipikirannya. Dan Ayah, masih sibuk sendiri dengan pekerjaannya, walaupun begitu tapi ku tahu ia tetap mendengarkan percakapan aku dan Bunda.
Aku tak mengerti kenapa semua orang mendadak jadi ngomongin yang namanya keluarga, nikah, calon, jodoh, dan lain sebagainya. Padahal ketika masuk kampus dulu aku cukup risih ketika mendengar kakak tingkat membicarakan hal itu di bis KPN. Apa gak ada bahasan lain ya, pikirku. Dan sekarang satu persatu sahabat dekatku yang berbicara dan membahas masalah itu di telingaku. Ada yang lagi mencari, ada yang bingung, ada yang ragu, dan ada pula yang sudah memantapkan hati. Amin..., hanya itu yang bisa ku ucap.:)
***
Hanphoneku berbunyi, seperti biasa angkat panggilan dari siska, salah satu teman akrabku. “Assalamu’alaikum...”
“Wa’alaikumsalam wrwb”, jawab siska diseberang sana
“pa kabar sis..?”
“Alhamdulillah”, balasnya canggung
“Kok lain banget nadanya? Hayo ada apa ni...”, ku coba mengorek informasi dengan kekuatan kata-kata.
“hehem. Bisa aja. Han, insyaAllah ba’da lebaran aku mau nikah”, Glek..perkataannya membuatku kaget, bingung, bahagia, dan macam-macamlah. Agar tidak kelihatan bingung dan aneh langsung saja ku sambung
“Wah... barakallah ya...” dengan nada yang heboh padahal sebenarnya aku canggung. “ba’da lebaran berarti sekitar oktober ya?” ku alihkan pertanyaan agar aku bisa sedikit bernafas.
“Iya, insyaAllah...”
“Ciye...ciye.. ehm.”Ledekku. “Anak mana Sis..? Kok gak pernah bilang sih. Tega! ...
...

Dan seterusnya percakapan berlangsung hangat, sebenarnya masih sedikit bingung, seperti baru melihat kilat warna pink J, (ada gak ya?). Siska bukan orang yang terlalu akrab kalau udah nyangkut urusan jodoh. Malah ia sempat bilang mau kerja dulu baru ngurusin yang satu itu. sebenarnya menurutku gak ada masalah. Hanya setiap orangkan mempunyai prinsip dan pandangan lain-lain, jadi tetap ku hargai apapun pandangannya. Gak ada yang salah kok, malah siska mendapatka kedua-duanya menurutku. Diakhir semester ia sambil bekerja di salah satu pendidikan didekat rumahnya dan sekarang ia akan menuju ke tujuan keduanya. Benarkan. Hanya masalah waktunya saja yang mungkin rada cepat dari perkiraan yang sebelumnya ia rencanakan. Hmm... jodoh, memang sudah ada yang ngatur.
Di lain sisi ada Lina, kalo yang satu ini agak bertentang dengan siska, walaupun sekelas dan kadang bersama, tapi yang namanya watak ya tetap watak. Kadang aku bingung menghadapi mereka. Tapi untunglah ikatan iman meyatukan kami semua. J. Untuk Lina, bukan orang yang canggung kalo ngebahas yang namanya cinta. (Ciye...ciye... yang baca mesem-mesen... kalo denger kata cinta. Ngaku!!!). malah, ia sempat bermasalah dengan kata satu ini. Walaupun Lina gak bilang secara, langsung tapi aku tau kok apa yang ingin ia sampaikan di sela-sela kemarahan, kegundahan, tangis dan cerita-ceritanya tentang Azam. Walau gak dibilangpun ku tahu itu Azam. Hehehe... hebatkan aku...(sombong...:( ). Ya, tapi aku salut, salut akan keberaniannya untuk mengelola rasa cintanya. Salut, padanya untuk tetap mempertahankan ke-izzah-an dirinya. Siapa yang bisa menghindar ketika cinta itu datang dari dukungan keluarga dan teman. Meskipun sama-sama menjaga hati. Tapi isi didalamnya siapa yang mengetahui. (Ciyeh.. dalam ni dalam..:) ).
Dan aku...biarlah aku tetap pada jalanku.. (Gak Adilll...:P). Dilarang protes.
Hmm.. jadi bingung. Ni cerita alurnya kemana sih, ntar ujungnya gimana lagi. ckckckc
Dan lain sebagainya. Adapula teman ku yang kini telah bersama pendamping hidupnya dan ada yang masih mempersiapkan hari-hari indah itu yang katanya puteri sehari.
***
Waktu begitu cepat berlalu, tanpa ku sadar dan tanpa ku duga hari itu seseorang yang ku puja datang dan menyatakan pinangannya. Hah... serasa melayang, gak nginjak bumi... pernah kebayang gak sih gimana rasanya pungguk yang merindukan bulan bisa kembali terbang ke bulan... atau ketika mengetahui orang yang engkau cintai ternyata juga mencintaimu... sungguh rasa yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Hari itu sungguh indah, ketika ku bangun dalam tidur ternyata mimpi itu tetap berbunga.
Beberapa hari setelah kejadian itu. aku seakan mendapat mimpi buruk. Ayah dan Bunda menjodohkan aku dengan orang yang tidak aku kenal. Hatiku merontak. Tuhan, haruskah kisahku berakhir seperti ini. Mungkinkah ini jodohku? Beragam pertanyaan datang berebutan di otakku. Serasa mau pecah. Ku masih seperti tidak percaya akan peristiwa ini. Bunda dan Ayah drastis berubah. Mereka memaksaku untuk menerima lelaki itu. aku tak mau. Dan tetap tidak mau. Walaupun memang aku tidak punya alasan untuk menolak laki-laki itu. ia baik dan sholeh, sama seperti kata-kataku saat Bunda bertanya kriteria jodohku. Tapi entahlah, aku tak bisa terima. Mimpi indah kemarin menumbuhkan harapan padaku walaupun ku tak tahu itu benar atau tidak. Aku linglung dan mulai kehabisan kata. Bunda dan Ayah semakin mendesak dan berubah. Aku tak tahu kenapa mereka bisa menemukan lelaki itu dan aku juga tidak tahu kenapa bisa menolak lelaki itu.
Telpon berdering, aku dengar ayah sedang berbicara dengan Asep, lelaki yang akan mereka jodohkan denganku. Ntah apa yang mereka bicarakan bagiku gak penting dan gak mau aku dengar sama sekali. Terkadang aku berpikir apa aku sudah terjangkit virus cinta hingga tak bisa menerima cinta di hati yang lain. Semua terasa sesak. Tiba-tiba ayah memanggilku, sembari menyodorkan gagang telpon ke hadapanku. Aku sudah tahu maksudnya, menyuruhku untuk berbicara dengan Asep. Aku tidak mau, hatiku tetap menolak. Setelah ayah menjauh dari gagang telpon ku biarkan saja telpon itu tergeletak lama dan pergi kekamar. Tak peduli ada atau tidak orang diseberang sana. Setelah lama, ayah melihat gagang telpon masih terbuka, ku yakin, ia tahu bahwa aku tak mau berbicara dan tak mau di jodohkan dengan mantu pilihannya. Tapi aku juga tak habis pikir, walaupun ayah dan bunda sudah tahu, tapi tetap saja mereka memaksaku.
Terkadang ingin ku menjerit dan berkata apa Ayah lupa bahwa dulu ayah juga gak mau dijodohin dengan wanita pilihan kakek, hingga akhirnya ayah melarikan diri ke kampung Bunda. Sekarang kenapa Ayah memaksa aku seperti ayah dipaksa oleh kakek. Apa aku harus lari juga...
Tapi semua kata-kata itu tertahan, karena toh aku tetap tak bisa memberi janji atau harapan untuk mereka. Dan aku juga tidak punya alasan untuk menolak asep. Aku hanya mengikuti hati yang telah memilih hatinya meski tak tahu apakah hati itu memilih aku.
Airmataku kembali tumpah. Aku ingin mengaduh dan mencari pertolongan ibarat seseorang yang sedang tersesat dipulau terpencil dan akan di nikahkan dengan anak kepala suku. Murabbi ku, pikirku. Langsung ku ambil handphone dan mengetik pesan singkat tapi sungguh berat. Aku tak sanggup bila harus menelpon langsung. Rasanya sulit aku untuk berkata-kata. Belum bicara saja mungkin airmataku berlomba lebih dulu dengan kalimat yang akan ku ucapkan.
‘Aslmkm.. mbak, Hani mau dijodohin’, hanya beberapa kalimat itu yang mampu kutulis, berharap MR ku bisa merasakan apa yang aku rasa, dan memcari bantuan untuk keluar dari hutan belantara ini.

Tiba-tiba aku kembali terbangun, dan tak terasa airmata menetes saat aku kembali ke alam sadarku.

Tidak ada komentar: