BUMI TIDAKLAH BERPUTAR, SEBELUM DIPERINTAHKAN UNTUK BERPUTAR

Kamis, 30 Juni 2011

Ya Rabb
alunan Melayu
melambung ke biru langitMu,
angin semilir
yang Kau kirimkan
meredap gemerlap jiwa
yang lelah akan dunia.
cinta lembut
yang tersampai lewat alam
membuatku rindu
berkhalwat denganMu,
lewat hati, ku capai
senyum cintaMu,
lewar rasa ku dapat
tenang bersama Mu
lewat akal
ku teteskan, bulir demi bulir
khilaf yang telah ku jalani.
lewat tenaga
kuharap bisa membalas
cinta yang telah terukir untukMu

Rabu, 29 Juni 2011

Jiwa...
bila kau sedih
Sebuah syair berkata tersenyumlah
Bila kau senang bersyukurlah
Jiwa...
Bila kau kecewa
Lukiskankan ia lewat derai-derai imanmu
Bila kau terluka,
Sembuhkan ia dengan tetes-tetes sabarmu
Jiwa,...
Kau lemah,
Maka jangan sekali-kali mennyakiti jiwa lain
Jiwa...
Biarkan semua mengalir dan ikhlaskan dengan sebuah garis yang bertemu diujung
Mendekatlah, dan biarkan semua
Bila letih
Beristirahatlah
Dan tunggulah waktu itu
Tapi ingat, kau tak kan kembali
Jiwa,
Luka adalah cinta
Cinta dari Sang Kuasa
Taman Angrek, 29 juni 2009. “NCI”
Karena Hati Yang Memilih Tempatnya

Kami berjalan melewati setapak demi setapak langkah ini
Kami terbang mengikuti arah mata angin
Kami tenggelam bersama dengan hati.
Semua rasa kami pendam, maknai dan lukiskan
Cukuplah kami dengan tinta
Mengukir lika-liku kehidupan
Dan cukuplah kami dengan do’a
Mengharap semua ikhlas
Sepenggal lagi kutemukan syair yang tidak tertulis nama itu dibawahnya hanya tertulis NCI. Aku tidak pernah tahu sejak kapan kumulai menyukai kertas-kertas yang terbuang di halte dan tertarik membacanya. Dan lebih tidak tahu lagi bagaimana aku bisa memperhatikan tulisan liar yang kusebut puisi jiwa itu.
***
Seminggu yang lalu fanisa kehilangan buku indah yang merupakan pemberian dari adik angkatnya ketika kuliah dulu. Penuh kenangan dibuku itu dan dengan keteledorannya, ia mulai kehilangan sesuatu catatan yang sangat berharga dalam alur kehidupannya, ‘De Safa’
Bismillahirahmanirahim...
Asalamu’alaikum wr.wb
Kasango, 26 mei 2009
De, gimana kabarnya pagi ini? Ade kakak kangen ade,. De’ gimana keadaan jambi setelah kepergian kakak? De’ kakak ingin bertemu.. Adik tahu, di dalam do’a kakak, kakak sering membayangkan ade sedang berada disisi kakak. Kita sholat sama-sama, tilawah sama-sama dan kakak seakan melihat senyum ade. De kakak rindu sama ade dan hanya lantunan do’a yang bisa kakak kirimkan berharap ade selalu bahagia, tersenyum, ceria serta sukses didunia dan akhirat. Dan satu lagi, tetep sayang sama kak fanisa disini.
          De, kapan ya kita bisa bertemu lagi. Kakak teringat saat kita pergi berdua entah mau kemana hanya bermodal feeling. J, masuk hutan keluar hutan. Gak nemu jalan akhirnya balik lagi.hehehe... Tapi kakak seneng karena dengan begitu kakak bisa jalan-jalan sama ade. Trus ade masih ingat gak kita teriak bareng, teriakan paling kencang untuk membuang semua beban dan pikiran negatif kita selama ini. Ade masih ingat kan? De... kakak merasa sendirian ditempat ini, kakak kangen sama ade...
          Oiya, kakak lupa nanya gimana kabar benih pohon cinta itu? Sering ade lihatkan? Masih dijaga gak dari gangguan hama, panas, badai dan topan. De, kakak mau tanya sesuatu, apakah masih ada hama yang membuatmu sangat ketakutan sehingga kita harus merubah warna cinta menjadi tanah?
De... kakak sayang ade... selingi nama kakak didalam do’amu ya. Miss u. Kakakmu fanisa...
Wa salamu’alaikum wr.wb.
 Hari ini pun fanisa masih penasaran kenapa  safa tidak pernah membalas surat-suratnya. Apakah secepat itu safa melupakan fanisa didalam hidupnya? atau jangan-jangan safa telah menemukan kakak angkat baru yang jauh lebih sempurna dariku. De safa pliss... tolong balas surat kakak ini, pinta Fanisa pada Allah.
“Jalan Sawani 2 no. 1 kel. Rawasari kec. Kotabaru jambi 36125, sip.” Setelah selesai mengajar nanti aku harus mengirimkan surat ini buat de safa semoga dibalas. “kak nanti tolong ingetin fanisa ke pos ya, mau ngirim surat.”, pintaku kepada kakakku yang merupakan kepsek taman bermain di daerah tempat kelahiranku itu.
“iy, insya Allah de...”, balasnya dengan senyum manis
Setelah selesai mengajar dan bermain bersama manusia-manusia kecil dengan segera aku pergi ke pos. Bismillah, de safa. Tolong balas surat kakak ini. Amin ya Allah.
***
“Assalamu’alaikum..., kak mai, kak mai.”
“wa’alaikumsalam” balas seorang wanita yang tak jauh lebih tua umurnya dariku. “ada apa de?” tanyanya tanpa melihat wajahku.
“mau titip surat buat kak fanisa lagi. Kak, surat kemaren udah nyampe ya?”
“udah kali. Kakak kan bukan pak pos.”
“kakak ni..., candaku. Kak, boleh gak kami tahu alamat kak fanisa? Biar kami dak usah ke rumah kakak lagi kalo mau kirim surat buat kak fanisa. Boleh ya kak?”
“jangan macem-macem!” hentaknya dengan suara geram dan masuk kedalam.
Kak maiya adalah salah seorang kakak senior di organisasi yang aku geluti. Dahulu hubungan kami cukup baik tapi semenjak aku berani mendekati kak fanisa untuk menjadi kakak angkatku. Hubungan kami mulai rengang dan dingin. Bahkan pernah ia berkata bahwa ia membenci diriku. Hari itu sepertinya dia bener-bener kesal kepadaku. Sudahlah, aku tidak mau memperpanjang. Mungkin memang aku yang bersalah karena telah menyanyangi seseorang yang sudah disayangi oleh orang lain.
“kak ,safa pulang, suratnya safa taruh di atas TV. Makasih ya. Asalamu’alaikum” teriakku biar kak maiya bisa dengar dari dalam kamarnya.
Dear diary...
Diary, ini sudah surat ke 10 yang safa tulis buat kak fanisa tapi kenapa ya kak fanisa gak balas-balas surat dari safa. Apakah kak fanisa udah lupa sama safa? Masa secepat itu sih? Baru 2 bulan lho kak fanisa pulang ke wilayah asalnya. Masa sih kak fanisa lupa. Kak, kakak lagi ngapain sekarang? Safa kangen banget. Kak, kenapa kakak gak ngasih alamat tempat tinggal kakak disana sebelum kakak pergi. Kan sekarang safa yang repot. Harus ke rumah kak maiya dulu ngirim surat. Dan pasti kak maiya nambah sakit hati gara-gara safa ngirim surat terus kekakak.
Kak, safa gak papa sih harus ketemu muka kak maiya yang dingin dan sinis tapi kadang safa malu kok kesannya safa terlalu mengharapkan kakak sedangkan kakak gak pernah sekalipun ngebalas surat-surat safa. Kak, balas donk surat-surat safa. Satu kali aja biar safa bisa tahu alamat kakak dimana dan safa gak perlu buat kak maiya sakit hati lagi.
Kak, safa rindu sama kakak... kak, buku puisi safa udah ada dipasaran tapi namanya bukan nama asli safa. Safa pake nama kesukaan kakak. Kak, kakak masih ingat dengan pohon cinta kita? Masih kah ia ada dihatimu kak?kak, pohon itu selalu kujaga dari hama, panas, badai dan topan. Tapi seperti yang kukatakan padamu. Pohon itu butuh makanan dan itu adalah tugas kakak memberikannya makan. Kak fanisa, safa sayangg kakak. Walaupun mungkin kak fanisa sudah melupakan safa disini. Tapi safa akan tetap berusaha menjaga pohon cinta itu, tumbuh, besar, kuat, bermanfaat sehingga bisa menolong orang lain. Safa gak akan mencari penganti kakak untuk menyirami pohon itu, karena safa gak mau ada penganti kakak. Safa akan berusaha untuk membuatnya tumbuh dan disenangi banyak orang.
Jambi, 24 juni 2009
@kamar. Jam oo.45
                Kak, kali ini safa tak ingin membuat puisi, safa hanya akan menuliskan puisi pertama yang safa buat untuk kakak sehingga safa bisa menjadi penulis puisi. Kakak ingat gak dengan puisi ini. Surat cinta kita.
Keluh bahgia


Ada bintang yang kan tetap bersinar menyinari cinta kita
Ada cahaya yang kan terus memancar tanpa dinding yang dapat membendung cinta
Saat kesepian kan lenyap menyertaimu, cinta
Dan bila tawaku tak mampu lagi hadir
Menemani harimu
Maka cukup lantunan cinta ini hadir menyertaimu

Esok,
Saat mentarikan menyapa kulit tipis kita
Dan mata kita tak dapat saling berpandang.
Pejamkan matamu cinta
Dan lihatlah kita dengan cinta
Jambi, 19 Mei 09
Jam 0.17
For my cinta (Seorang ukhti yang dapat mengenalku menjadi pecinta seorang Cinta)

Dan safa masih ingat tulisan sambungannya dari kakak
Ya, aku tahu dan aku rasa
Dan rasa cintaku tak akan bertambah padamu
Bila aku tak dekatkan diriku kepada Sang Pemilik Cinta.
***
Asalamu’alaikum... kak Fanisa yang sudah tersimpan rapi dihati. Safa mau minta maaf bila akhir-akhir ini kami membuat kakak sedih dengan sikap dingin dan seadanya. Jujur banyak hal yang inginku sampaikan. Bila mungkin selama ini engkau hanya mendapatkan sebuah senyum. Tahukah engkau, banyak bahasa yang ingin ku ungkap dari senyum itu. Sebuah rasa rindu yang mengebu, sebuah sayang yang berharap bertemu, sebuah kesenangan atas semua perhatian yang kau berikan, sebuah cinta yang kau berikan kepadaku, sebuah benih cinta yang tumbuh menjadi pohon cinta besar, yang berharap suatu saat pohon cinta itu bisa bermanfaat bagi semua. Sedikitpun tidak pernahterbesit untuk membuat pohon itu menjadi duri bagi orang lain. Karena ku ingin pohon cinta itu bersemi dan tidak mati. Aku tidak ingin membuat benih pohon cinta itu mati akibat ulah manusia yang merasa tergangu atasnya. Makanya terkdang ku menjadikan pohon cinta itu seperti tanah, agar warnanya sama dengan tanah, tidak terlihat oleh orang-orang yang tidak menyukainya. Walaupun sebenarnya pohon cinta itu akan terus tumbuh baik tanpa pengetahuan siapapun, hanya kita yang tahu. Kak, sirami pohon itu dengan cintamu. Karena aku kadang tak sanggup menjaganya dari terpaan panas, debu, angin topan dan hama. Sirami pohon itu kak... karena hanya dengan air pohon itu akan mendapat makanan dan gizi. Sirami pohon itu kak. Karena itu juga yang membuatku mampu bertahan menjaga benih pohon cinta itu. Sirami kak, walau tidak secara langsung. Sirami ia dengan cara yang paling bijak dan indah. Entah menyatu bersama air hujan, embun, atau dari air bawah tanah. Sirami ia kak, agar aku tidak merasa sendiri memiliki pohon itu. Kak, aku akan terus bertahan semampu kekuatanku. Dan aku akan terus menahan, menjaga, melindungi benih pohon cinta itu, karena itu yang ku mau dan itu pilihanku. Kak, sirami pohon itu, agar aku turut merasakan guyuran kesejukan itu. Kami percaya kakak. Sirami pohon cinta itu kak dengan cara yang bijak baik sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Pohon cinta kita...
Delivered to: A Love.k’ Fanisa
***
“asalamu’alaikum... tante... maiya kangen. Tante apa kabar? Nte ni udah lupa ya sama adiknya sendiri?”
“wa’alaikumsalam mai... ya enggaklah, gimana sih ante lupa sama keponakan tante sendiri. Gimana kabar ade?”
“mai baik. Tapi mai kangen sama tante. Gak ada teman main lagi sih. Mai kesepian Nte. Nte, mai tu disini dak ada teman curhat lagi. Sedangkan persoalan makin lama makin banyak. Ih, pokoknya pusing mai”
“ih jangan pusing-pusinglah nanti jadi pening”
“ai tante ni...”
“Mai... mulai kapan belajar puisi? Kata-katanya dalam banget”
“ah tante ini...”
...
Ya, ntah kenapa aku ingin menuliskan kembali puisi-puisi yang ku temukan di halte itu, kemudian ku kirimkan untuk tanteku tersayang Fanisa. Sudah hampir genap sepuluh puisi yang kutemukan. Dan memang sengaja tidak ku sertai nama pengarangnya. Habis aku tidak menemukannya di lembaran kertas itu. Dan aku juga bukan seorang plagiat yang kemudian menamai karya orang lain dengan namaku. Tulisan itu aku biarkan kosong tanpa nama dan aku menulis surat buatanku dikertas lain meskipun dalam satu amplop yang sama.
Pembicaraan ditelpon antara aku dan tante ku fanisa tersayang berlangsung hangat malam itu. Kami sudah lebih kurang lima tahun bersama dan tante fanisa yang umurnya tak jauh beda dariku itu sudah ku anggap segala-galanya. Teman, ibu, kakak. Pokoknya lengkap. Dia adalah sumber kekuatanku. Aku sangat sanyang kepadanya makanya aku tak rela bila ada orang lain yang ingin merebutnya dariku. Walaupun ia adik kelasku. Tante Fanisa adalah satu-satunya harta berharga milikku. Dan aku gak mau dia meninggalkanku dan lebih mencintai orang lain. Tante, tante tahu gak, maiya itu sayang banget sama tante. Tante sayangi maiya juga ya.
Kulihat tumpukan surat dari Safa yang kutaruh di pojok pintu kamarku. Mau diapain surat itu ya. Aku gak mau mengirimkannya kepada tante Fanisa. Karena aku gak ingin cintanya terbagi untuk yang lain. Sudah pernah kucobakan ikhlas menerima kedekatan Tante Fanisa dan De safa. Tapi hal itu hanya bertahan sebentar. Aku tidak bisa membohongi diri bahwa hati ini cemburu dengan kedekatan mereka berdua. Sehingga kadang de safa menjadi korban kecemburuanku. Aku tidak mengerti, apakah begitu besar rasa sayangku kepada tante Fanisa sehingga takkan kubiarkan tante Fanisa dimiliki oleh orang lain.
***
“lagi ngapain mai?”
“lagi nulis surat buat K’Fanisa”, aku memanggil tante ku itu ‘kak’ kalo dikampus. Maklumlah umurku tak jauh beda hanya beda 2 tahun.
“boleh lihat?”
“eit..., yang ini jangan. Nih, yang ini aja nih” ku berikan kertas yang berisi puisi dari NCI itu.
Keluh bahgia


Ada bintang yang kan tetap bersinar menyinari cinta kita
Ada cahaya yang kan terus memancar tanpa dinding yang dapat membendung cinta
Saat kesepian kan lenyap menyertaimu, cinta
Dan bila tawaku tak mampu lagi hadir
Menemani harimu
Maka cukup lantunan cinta ini hadir menyertaimu

Esok,
Saat mentarikan menyapa kulit tipis kita
Dan mata kita tak dapat saling berpandang.
Pejamkan matamu cinta
Dan lihatlah kita dengan cinta
Jambi, 19 Mei 09
Jam 0.17
For my cinta (Seorang ukhti yang dapat mengenalku menjadi pecinta seorang Cinta)
kayaknya aku pernah baca deh. Dimana ya?”. Aku hanya tersenyum dengan komentar temanku itu. “ah, gak inget!”. Tring...tring..., deringan HP temanku itu berbunyi dan dia pamit permisi mencari tempat yang sedikit bisa bebas dia mengekspresikan suaranya. Karena sekarang aku berada di Masjid kampus. Gak enak kalo ribut di Masjid.
Surat ini akan aku pos kan sepulang kuliah. Aduh aku penasaran kira-kira apa ya balasan dari Tante Fanisa untuk suratku kali ini...
***
Beberapa hari kemudian,
Wahai... Tuhan aku lemah, hilang berlumur dosa.
“Asalamu’alaikum Tante Fanisa Tercinta...”
“wa’alaikumsalam wr. Wb. De’ pakabar?”
“baik Nte. Nte gimana kabarnya? Tumben nelpon pagi-pagi gini ada apa?”
“alhamdulillah baik. De, Tante mau tanya, tapi maaf ya sebelumnya kalo nanti pertanyaannya sedikit sensitif”
“ada apa Nte? Pertanyaan apa sih?”
“De..., apa benar puisi yang ditulis itu punya ade?”
“heeh...bukan Nte.”
“terus puisi siapa de?”
“ada apa Nte, serius banget. Nyantai-nyantai.”
“de’. Tante serius!” Kali ini suara tante sedikit keras.
“iya, aku nemuin puisi itu di halte bis dekat tempat kesukaan Tante”
“De...,”kali ini suara tante sedikit serak seperti orang nangis. “apa dibawahnya tertulis 3 huruf NCI?”
“iya Nte, kok Tante tahu. Tante kenal siapa penulisnya?”
“De..., yang nulis itu De Safa, adik angkat kakak”. Glek! Seperti ditimpa ratusan bom rasanya. Itu puisi cinta dari orang yang ku larang cintanya... “puisi adik kemaren adalah, puisi pertama yang Safa hadiahkan ke Tante”
                Semua rasa bercampur jadi satu, marah, benci, sebel, kesel pokoknya lumat kayak gado-gado. Aku gak bisa berpikir rasional lagi. Hari ini aku kesel atas semua kebodohan diri kenapa aku harus menulis puisi yang tidak tahu siapa penulisnya. Dan kenapa aku kirimkan puisi sainganku itu kepada orang yang paling aku sayangi. Kulihat tumpukan surat dari Safa yang tidak pernah kukirimkan ke Tante Fanisa. Sengaja ku buka dan alangkah terkejutnya aku, ternyata isi surat itu adalah puisi-puisi yang sama dengan yang ku temukan di halte bis. “TIDAK...”

sttt... u

Geri bertemu 2 orang yang sama-sama ingin mengakhiri hidupnya, Jason dan Thomson.
Sebelum terjun Jason terlihat ragu-ragu dan berpikir cukup keras hingga keluar keringat dingin. Geri, seseorang yang dari tadi melihat Jason segera menghampiri dan menanyakan perihal keberadaan Jason di jembatan yang terkenal banyak orang mati bunuh diri itu. Jason menceritakan masalah-masalah dan perihal keberadaannya di tempat itu. Teryata benar, Jason ingin mengakhiri hidupnya di tempat itu. tetapi kemudian ia teringat akan perbuatan-perbuatan yang ia lakukan dahulu dan bayangan-bayangan itulah yang membuat ia saat ini kebingunggan dan ketakutan hebat. Bingung karena ia sudah tidak kuat menghadapi masalah hidup dan takut, takut bila ia sudah mati apakah ia akan lepas begitu saja dari semua masalah. Ia takut, takut akan dosa-dosanya yang telah lalu. Apakah Tuhan akan mengampuninya? Bila tidak, tambah sengsaralah hidupnya nanti. Akhirnya Geri menyuruh Jason pulang dan kembali memikirkan hidupnya.

Orang kedua bernama Thomson, di tempat yang sama, hanya selang waktu 1 hari dari kejadian Geri bertemu Jason. Kembali Geri mendekati Thomson dan bertanya sedang apa ia di jembatan tempat yang dikenal untuk mengakhiri hidup itu. singkat cerita, Thomson sama seperti yang lain, ia ingi mengakhiri hidup ditempat itu. lalu Geri bertanya lagi padanya.
Geri           : “Apa Engkau tidak takut mati?”
Thomson : “kenapa aku harus takut, setidaknya bila aku mati maka aku tidak harus memikirkan beban masalah yang kini ku hadapi.”
Geri           : “Engkau salah. Bebanmu akan bertambah dan semakin banyak. Engkau tidak akan dibiarkan merasa tenang setelah kau mati.”
Thomson : “Apa??”, dengan roman muka yang marah ia melihat ke Geri.
Geri           : “Bila Kau mati maka kau harus mempertanggungjawabkan semua perbuatanmu selama ini. Apa sudah siap?”, hardik Geri dengan penuh santai.
Thomson : “Siapa yang akan bertanya padaku bila aku mati. Oranglain saja tidak peduli denganku.”
Geri           : “God.., Dia selalu memperhatikanmu”
Thomson : “Heh, aku tidak percaya tuhan.”
Geri           : “Lalu kenapa kau bisa berada disini sedang liberti berdiri disana? Mengapa ia tidak terjun dan mencoba bunuh diri seperti kau kini. Mengapa ia tidak makan, padahal kau selalu lapar. You have God, Man. Itulah sebabnya kau merasa kecewa, frustasi bila keinginanmu tidak sesuai dengan kenyataan. Padahal kau hanya perlu waktu. Waktu yang pas untuk mengapai semua itu. dan itulah ujian dari tuhanmu untuk melihat kesabaranmu. Sanggup atau tidak. Berhasil atau gagal.” Thomsom terdiam entah berpikir atau meronta dalam hati. “Kau punya Tuhan, dan Dia tidak menciptakanmu asal-asalan.”
Jambi, 29 Juni 2011. J.16.36

Selasa, 28 Juni 2011

kisah zaman bahela

Tak usah bertanya judul, karena ku tak tahu judul
Rafiqotul Ifadah
Katanya tugas pertama seorang penulis adalah menulis. Tapi sayang, apa yang aku lakukan sekarang? untuk menulis saja rasanya mumet. Begitu banyak syetan-syetan dalam berbagai bentuk merayuku untuk tidak menulis. Tapi ya itu. Satu lagi kukatakan bahwa aku malas menulis ples binggung apa yang harus ditulis. Oh Tuhan... adakah sesuatu yang bisa membuatku menulis dan menulis???
Tuhan tak menjawab pertanyaanku, karena itu pertanyaan konyol yang tak perlu dijawab oleh Rabbku.
Terkadang, bila ada ide datang, maka aku kan bersemangat untuk menulis. Tapi sayang sekali lagi sayang selalu saja ada gangguan. Sepertinya aku tidak di takdirkan untuk diam sendiri dan menulis.
Ketika pagi datang terkadang matahari datang lebih dulu dari kesadaranku lalu ku harus memulai aktivitas rutin yang... yang harus kujalani pastinya. Sambut hari dengan keikhlasan
 Ayo tersenyum Fa, ini hari yang harus kau taklukkan lagi. Pasti bisa!! Penyemangatku dalam hati. Tapi sayang, kadang mantra itu tak mompan dibanding dengan ramuan malas ala syetan. Meskipun begitu waktu tetap saja tak mau berkompromi denganku. Mau aku malas, rajin dia pasti tetap bergulir. Dan aku benci hal itu. Saat tak bisa melakukan apa-apa aku merasa tertipu. Tertipu oleh waktu. Tercuri, tercuri oleh detik kecil yang tak pernah ingin berhenti menerorku.
Hah... mungkin itulah hidup. Pantas saja Rabbku bersumpah didalam firmannya yang dititipkan kepada seorang manusia sempurna yang tak pernah kutemui, bahkan didalam mimpipun ku takpernah berjumpa dengannya. Mungkin karena terlalu banyak hal yang kukerjakan tapi tidak sesuai dengan keinginan Rabbku itulah yang disebut maksiat kata dosenku. Seorang Imam pada zaman dahulu juga pernah mengadu kepada gurunya kenapa dia susah sekali menghapal. Sang gurupun menjawab “Tinggalkanlah maksiat, karena sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya. Dan cahaya itu tidak akan bisa masuk ketempat yang kotor” kurasa kurang lebih begitulah kalimat yang kuingat. Bila salah, ya cukup di maafkan saja, karena waktu tak bisa membawaku kembali pada saat aku menerima penggalan kata itu.
Oh tidak, ayolah Handphoneku, jangan membuatku kehilangan waktu. Ya sudahlah, mohon maaf saja kepada yang mengirim pesan untukku saat ini.
Handphoneku rusak, ya biasalah made in Makhluk. Kita aja bisa sakit, masa benda gak bisa sakit. Betul?betul. harus setuju. Mau tak mau.
Wah, udah jam setengah satu kurang semenit nih! Aduh, aku gak bakal tahu apa yang terjadi beberapa jam lagi dikantor bahasa. Oh no, piring-piringku didapur belum sempat ku bersihkan. Aduh... Tidak.
Apapun yang terjadi, inilah jadinya.
Kak Tari... Afwan...
Jadi penasaran, kira-kira wajah kak Tari ntar gimana ya waktu baca tulisan aneh ini???
Ada puisi lama gak ya yang bisa di bawa tuk mengganti tulisan aneh ini???
Loading...
 Ah, satu lagi. Ada apa dengan duniaku. Mengapa?terlalu banyak pertanyaan yang tak bisa terlontar. Bukan karena tak sanggup. Tapi kadang telah lelah sebelum berjuang.
Salah satu web yang diklaim ternyata punya yahudi, malah dipenuhi oleh........, oleh orang yang dianggap mengenal baik Islam. Aku gak tahu apa aku yang terlalu berpikir sempit atau gimana. Tapi, kenapa mereka bebas sekali menggunakan fasilitas yang jelas-jelas menyumbangkan dananya untuk menghancurkan umat Islam dibelahan bumi sana.
Bila hanya beralasan bahwa agar kita bisa mengambil manfaatnya. Manfaat apa??? Kenapa keluarga, kenapa sahabat,?. kenapa kalian melakukannya? bila itu alasan kalian, ada perumpamaan yang ku gambarkan berdasarkan penglaman pahit yang teramat sakit dan mencabik-cabik. Perumpamaan rumah sakit kristen yang jelas-jelas ada gambar salib, patung dan sebagainya dimana di rumah sakit itu dihuni/dipenuhi oleh orang Islam. Sobat, masihkah kau akan beralasan yang sama sementara masih banyak rumah sakit lain yang juga tak kalah hebat. Atau jangan-jangan kepercayaan kita terhadap sesama muslim itu sendiri telah pudar??? Jawab saudaraku, jawab dengan hati yang kau punya saat aksi menentang zionis israel. Jawab sahabat! Jawablah dengan isakan yang kau keluarkan ketika melihat jutaan saudara seaqidahmu diregut nyawa-nya.
Sobat, apa benar kita umat muslim sudah tidak cerdas? tidak hebat? atau mungkin bodoh?sehingga kau lebih percaya pada orang yang bukan saudaramu? Atau jangan-jangan bukan karena tidak memiliki kualitas itu, tapi karena kau yang telah mematikan kualitas mereka didalam penglihatanmu.?
Saudaraku...
kenapa kita memilih suatu kaum yang  jelas-jelas tidak mengakui Tuhan Penciptanya atau dengan memilih standar berlabel KTP keislamannya, padahal kita tahu ada kaum yang jelas ke Islamannya. Meskipun tidak ada orang yang suci dari kesalahan, tapi, yakinlah ada orang yang mencoba mengecilkan kesalahan-kesalahan itu dengan mengharap Ridho Allah SWT.  walahu’alam bishawab.
***
X: “mau kemana Bu? Pagi-pagi gini udah rapi aja.”
Y: “iya donk, kayak gak tahu tugas aktivis aja”
X: “ciye aktivis.... iya deh. Piring di dapur udah dicuci belum”
Y: “ntar ajalah aku udah telat.”
X: “Glek!!! Aduh gimana nih, katanya aktivis kok aktivitas rutin malah terkikis?”
Y:
***
Aduh, aku bingung nih, kayaknya gak enak ya punya barang mahal?
Kenapa?
Habis setiap kali kita tinggalin, cemas aja bawaan. Takut ilanglah, takut rusaklah, pokoknya kebnyakan was-wasnya. Pusing deh. Tapi kalo gak ada barang itu, biasanya kita bakal kesulitan, ada aja, jadi telat kalo gak ada kendaraan, jadi susah berkomunikasi kalo gak ada hp, susah berkreasi kalo gak punya laptop. Pokoknya banyak deh. Kadang bingung sendiri. Kayaknya pada zaman ini kita banyak dituntut. Dituntut bekerja dengan cepat, dituntut giat, dituntut untuk menjadi sempurna dengan segenap keterbatasan. Dan untuk memenuhi semua tugas itu diperlukan beberapa fasilitas yang kadang bukan selembar daun yang bebas kita petik dari pohon. Jadi wajar terkadang panik bila benda padat itu kita sayangi.
Tapi tidak sobat?masih ingatkah dengan sebuah sabda Tuhan PenciptaMu, Tuhan yang mengetahui apa yang tidak kita ketahui, yang menguasai semuanya, termasuk desir nafasmu itu.
Perkataan yang menghengtakkan kita tentang harta dan apa-apa yang kita cintai
“janganlah barang perniagaan, istri-istri mu, barang perniagaan membuat kamu lalai mengingatKu”(lupa ayatnya, cari!!)
So, semua pasrahkan kepada pemilik aslinya, dan sadarilah engkau tak punya apa-apa di dunia ini, semua adalah fasilitas yang diberikan oleh Zat yang menyayangimu, Zat yang selalu menjagamu, Zat yang memberi walau sering kau tak tahu terimakasih, Zat yang sering kali engkau lupakan, engkau duakan, engkau lalaikan, engkau tinggalkan! Kembalilah jiwa, kembali kepada kebeningan yang dulu pernah terukir manis didiri. Kembalilah jiwa, dengan segenap keikhlasan dan rendah diri kepada Pencipta mani yang mengubah menjadi segumpal daging dan berakhir padamu didetik tulisan ini.
(surat,penciptaan manusia)
Walahu’alam.semoga tulisan in bermanfaat untuk menjernihkan air yang keruh, dan membeningkan air yang jernih. Rabb, Engkau Tuhanku, Tiada Tuhan selain Engkau dan rasul muhammad adalah seorang yang mulia lembut akhlaknya, kuat imannya. Pantaslah ia menjadi kekasihMu. Do’akan hamba Rabb, semoga aku bisa meniru kekasihmu itu agar ku bisa menjadi kekasihmu juga dan bantu hamba mengnal manusia sempurna itu agar bisa aku mencintainya sehingga bisa bersahabat dan saling berbagi kasih, meski kami tak pernah bertemu di dunia ini. Rabb,bantu hamba untuk mencintaiMu, RasulMu, orang-orang yang Kau kasihi, agar terpercik kasih itu kepadaku sehingga ku tergabung di golongan mulia itu. Engkau yang Maha Mengetahui Rabb. Matikan hamba dalam keadaan beriman. Amin
Jambi, 11 juni 2009 kamis
J: 13:54
***
Aku kecewa ketika tahu ada penggerak yang mengusung nama dakwah, memperjuangkan Islam, justru terkurung dalam lingkaran setan yang menyatakan bahwa ia suci, dan yang lain salah. Ihwah, sesuci apa kita dihadapan Sang Rabbi, sehingga mengatakan yang lain salah???
Ihwah...
Masih ingatkah kau dengan perkataan yang pertama kali kau haturkan ketika kita bertemu dulu? Kumpulan ini bukanlah kumpulan orang-orang suci, tapi kumpulan orang-orang yang ingin suci. Ihwah..., apa kita termasuk orang munafik? orang yang berbeda perkataan dengan perbuatannya. Nauzubillah
Ihwah. Bukankah kita satu? Mengapa tidak kita jadikan segala sesuatu dakwah? Bila ada yang salah tinggal kita beritahu saja kan? Karena toh kita juga tahu bahwa Agama adalah nasehat. Sehingga dengan saling mengingatkan dan menasehati Islam bisa lebih cepat menyebar. Dan memang itulah harapan kita serta tugas kita dilahirkan di bumi ini. Walahu ‘alam.
***
Teman, apa yang kau pikirkan sebenarnya, kenapa engkau rela memakan bangkai kawanmu sendiri dan dengan leluasanya tanpa bersalah. Teman, kenapa Engkau menjatuhkan tidak hanya dirimu tapi juga Islam dengan tingkah lakumu. Sadarkah sobat, semua yang sudah dilakukan. Kita punya salah, tak ada yang sempurna, kau tahu, tapi sudahlah... sesakku mengingatnya. Apa kau tahu. Engkau adalah salah seorang yang aku panuti, kagumi, teman... aku sedih, kecewa ketika orang lain membicarakan tentang kejelekanmu tapi kenapa kau lakukan itu, terhadap teman-temanku juga. Sobat, kenapa kau kecewakan aku? Bila kau adalah temanku, dan dia juga temanku apa kau tak mau berteman dengannya??? Bila kami bersalah, katakanlah langsung bahwa kami harus berubah, jangan kau sebarkan aib kami, karena dengan begitu engkau telah menyebarkan aibmu juga. Sobat... maafkan aku. Aku kecewa sobat pada perbuatanmu itu, bener-bener kecewa. Semoga tidak terulangi. Kau temanku dan kau adalah seorang yang harus aku hormati. Love you coz Allah.
***
Mau kemana ca?
Bandung?
Ngapain?
Nyari ihwan
                Glek!. Meskipun asal-asalan, jawaban cewek imut tadi patut diresapi dengan amat sangat teliti. Sebenarnya ica, salah satu mahluk wanita yang kesel melihat ulah kaum adam ditempatnya. Kenapa?? Karena orang-orang terkasihi disekeliling ica (kaum hawa) yang sebenarnya pantas menikah belum juga menikah. Bukan karena tidak mau, tapi sepertinya betapa sulit mencari sang pangeran yang sanggup mengarungi samudra rumah tangga. Ciye, sok tahu. Ngerti aja kagak. Stt... serius.
Satu pertanyaan yang perlu kita tanyakan berdasarkan uraian si kecil tadi adalah? Apakah ditempatny tinggal sudah tidak ada laki-laki lagi, sehingga wanita harus pergi ke kota lain untuk mencari dimana tulang rusuk itu berasal atau jangan-jangan memang tulang rusuknya tidak ada disini kali?. Itu bila kita lihat dari sisi si wanitanya. Tapi bila kita lihat dari kaum adamnya, apa bener sang wanita harus repot-repot nyari pria ke tempat lain, sementara dikotanya juga bejibun lelaki yang belum berumah tangga tapi pantas berumah tangga. Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah Apakah pria dikota itu pengecut? Atau mereka lebih betah melajang dari pada berumah tangga?kalo takut kekurangan uang bukankah Allah sudah berfirman (tentag miskin akan ditambah. Cari! ) apa kalian tidak percaya dengan janji Tuhan itu? Atau... kemungkinan terburuknya adalah apakah pria ditempat ini “pemilih”??? Nauzubillah. Apa kalian sudah lupa sobat tentang firman Tuhan tentang memilih pasangan. Atau lagi, kalian merasa belum sanggup berumah tangga. Aduh, ihwah... ni aku kasih bocoran beberapa alasan kenapa sih kamu harus buru-buru nikah kalo udah waktunya.
Yang pertama : dengan nikah, kamu bisa ngejaga tulang rusuk kamu itu. Karena dunia luar ini terlalu riskan. Sedangkan kami para wanita tidak bisa melepaskan diri dari dunia luar karena kita sama-sama tahu. Inilah ruang dakwah kita.
Nyang kedua: hanya menyeritakan kisah dari seorang dosen pria ketika mengajar. Ia berkata bahwa dia menyesal nikah di umur yang sudah tua (baginya). Karena saat ini umur anaknya masih sangat kecil dan masih butuh perjalanan panjang untuk merawat anak kesayangan menjadi sholih dan sholihah, sementara umurnya entah cukup ntah tidak untuk mengemban amanah sampai anak-anaknya nanti menikah (kebetulan anak-anaknya saat ini wanita).
Walahu’alam
***
12 juni 2009, jum’at
Hari ini aku gak siaran lagi. Entah kenapa keraguan itu datang lagi. Aku binggung masih tetap mau siaranatau ngak. Bener-bener bingung Rabb. Ampuni hamba. Disatu sisi aku menyukai aktivitas itu dan sulit untuk melepaskannya. Karena udah ngerasa gimana gitu coz dari pertama radio sah ada penyiar, aku termasuk tergabung dalam orang-orang yang awal-awal jadi penyiar. Jadi rasanya berat banget bila harus dilepskan begitu saja. Rabb, berikn aku petunjukMu. Di sisi lain, tubuhku yang mungil ini terkadang tak sanggup memikul beban-beban yang terkadang bahkan sering kulallaikan. Aku bukan tipe orang yang suka ngeliahat orang lain kecewa. Namun kadang susah sekali untuk menggantikan siaran bila ada penyiar yang berhalangan on aoir. Dan terkadang peristiwa itu imbas ke aku. Kadang ada rasa malas banget siaran. Pingin dirumah. Tapi selama ini aku berusaha agar jadwal ayng bisa ku sanggupi selalu ku isi. Beberapa waktu jadwal itu sukses tapi terkadang aku sempat ngedropo juga lihat semua amanah yang keteteran karena aku gak bisa mengatur waktu. Dan tahu gak diari, terkadang aku mulai mencari celah untuk membenarkan diriku. Contohnya, aku mulai memikirkan tentang aurat wanita, apa benar aku bekerja di suatu tempat dimana suara adalah modal utama. Lama ku termenung tentang pertanyaan itu dan akhirnya aku mencari jawaban sendiri berdasarkan pertimbangan membenarkan diri. He...he... dasar gak mau kalah. Tahu apa itu keluarga, ups!! Pertama, dengan siaran di radio, tu berarti aku bisa belajar mencari uang sendiri. Kita tahu bahwa mencari uang itu susah, apa aku mau melepaskan kesempatan ini?. Banyak orang yang ingin menjadi penyiar gtapi susahnya minta ampun. Nah, sedangkan aku, udah masuk gak tes, punya pengalaman gak ada, suara pas-pasan, wawasan juga kadang butek eh digaji pula. Apa lagi sebenarnya yang kurang. Disini aku juga bisa mengibur diri dengan nasyid-nasyid yang menyejukkan batin, bisa berbagi ilmu lewat radio kepada semua orang yang cakupannya subhanallah se jambi, bukankah itu suatu keuntungan yang besar, karena ada hadis yang mengatakan bahwa bila seseorang mendapat hidayah karenamu maka itu nilainya lebih baik daripada unta merah (kalo gak salah hadis itu ditujukan kepada Ali), kemudian di radio aku bisa belajar berbicara, mengenal lagu-lagu islam, dan ilmu-ilmu yang ku bawakan bisa menempel, karena itu adalah tuntutan penyiar. Banyak lagi ilmu yang ku dapat, belajar disiplin (karena seorang penyiar harus disiplin), belajar bekerja bersama (sebelum memauki dunia perkantoran, kita udah punya pengalaman begini rasanya bekerja bersama-ada sedih, duka, kecewa, tapi banyakan seneng-), aku juga belajar program ini itu, belajar tentang giman berorganisasi di radio, dsb. Tapi yang paling melekat dihati aku saat ini mengenai sebab-sebab kenapa aku masih tetap ingin bekerja disana adalah aku ingin melatih diri bahwa mencari uang itu susah, butuh pengorbanan. Aku gak bisa selamanya bergantung dengan uang papa dan mama. Aku harus bisa memikirkan gimana jalanku nanti untuk bertahan hidup. Cukup laam aku memikirkan bagaimana cara mencari uang dengan cepat dan mudah tanpa perlu aturan alias semaunya dewe tapi tak ada yang tersaring masuk. Kemudian aku mulai memikirkan gimana nabi mencari uang, gimana para ulama mencari uang. Tapi, sulit kurasa untuk mengikutinya,  karena zaman ku saat ini menuntut kita harus bisa memenuhi semua kebutuhan. Mungkin aku bisa menahannya sendiri untuk saat ini tapi apakah aku bisa nantinya??. Ku pikir-pikir ternyata mencari uang itu emang sulit mama dan papa harus pergi pagi, pulang siang, mana tiap hari lagi, belum lagi kalo kerja, kita musti ada standar pendidikan alias S S gitu deh. He... susah banget keterima, deelel lah pokoknya. Pusingggg...
Hal yang kuhawatirkanlagi adalah, suaraku . aku takut suaraku malah membuat fitnah. Tapi aku udah punya rudal tuk menghadapinya. Kan, jambi Fm udah punya web, ntar disitu aku tarok aja foto sama abang agar dikira orang aku udah berkeluarga jadi aman gak ada yang gangu.h3... dan nanti ditulis di statusnya “not single” berarti menunjukkan aku gak sendiri biar dikira udah nikah tadi. Aku kan gak bohong, aku emang gak sendiri, karena ada teman-teman disekitar aku yang siap memegangku dikala jatuh, menopangku dikala rebah, mrebusku dikala salah. dan aku takut jika perkataan yang telah aku ucapkan takut gak bisa aku pertangungjawabkan (nauzubillah). Berikan petunjukMu Rabb, kutahu Kau tau mana yang terbaik untuk hambaMu. Walahu’alam. Dan sekali lagi aku bingung untuk berhenti atau tidak, karena ada nilai plllus sendiri yang kita dapat. Walahu
***
Mau bac sebuah tulisan pemikiran tentang kenapa oplet sekarang banyak ngebut?? Check it out
Kadang kita suka sebel,pas naik oplet eh tukang opletnya alias sopir seena’e dewe nyetir mobil, ngebut-ngebutan gitu deh. Kadang bikin syok, jantungan. Belum lagi kalo di mobil dipasang sound yang menggemburkan telinga. Gila... pasti itu yang kadang terlintas. Habis yang bener aja, kita Cuma pupnya nyawa satu dibawa bermain maut denga ngebut-ngebutan. Ya disatu sisi tu sopir emang slah, tapi disisi lain ternyata kalo dipikir-pikir, wajar aja mereka rebutan penumpang dengan cara dulu-duluan soalnya, penumpang yang naik oplet semakin dikit karena.... mereka kebanyakan sudah mempuynyai kendaraan sendiri-sendiri, ya gak sih???. Makanya tu oplet pada ngebut-ngebut, bis takut ntar jatahnya gak dapat atau bahkan berkurang, kalo begitu ya susah deh... tapi, disatu sisi, kita juga harus menjadi penyabar dan seorang yang percaya dengan janji Tuhan seluruh alam. Bahwa rezeki itu ditanganNya, yang penting kita udah berusaha dengan cara ngoplet. Jalan kita lurus, tidak merugikan orang itu adalah berkah kan?. J . jangan khawatir gak kebagian rezeki. Tahu ikan dilaut kan? Kalo dipikir-pikir sapa coba yang ngasih makan tu ikan sehingga hidup dan malah kita yang makan tu ikan. (Cari ayatnya!!!)
***
Dingin wihh... cool banget nyampe pilek aku dibuatnya.
Beberapa hari ini emang sedikit menguras tenaga bagiku. Mulai pagi, kuliah, siangnya ada aja agenda kadang rapat, kajian, tasqif, dll lah pkoke. Mpe perpisahan dengan sarjana dakwah yang dah lulusan. Pulang malam udah gak kena marah lagi coz minta izin dulu sih. Tapi cuaca juga mendkung kadang pas sore hujan turun jadi  ada alasanla sama bos pulang telat. Udah 2 kali aku kehujanan yang bener-bener basah. Yang rintik-riintik sih udah sering diterpa. Hehehe... Mujahidah euy. Amin..
4 juli 2009


Hidup tanpa Kata

Fani Aulia Mutmainnah

Mereka berkata kepadaku tentang duri-duri kehidupan
Mereka berbicara kepadaku tentang mawar yang akan merekah
Mereka mengajarkan kepadaku tentang pahitnya mengkudu dan lembutnya buih
Tapi mereka lupa memberitahukanku untuk terbang di kehidupan lepas.

            Aku adalah seorang wanita yang akrab dengan cerita-cerita barbie, angsa putih, cinderela, putri salju, putri tidur, bawang merah bawang putih serta cerita-cerita masa kecilku. Aku sangat ingat ketika dahulu waktu pertama kali aku meminjam buku putri tidur dan membacanya sambil tiduran. Aneh dan ajaibnya beberapa kali ku baca buku itu tidak pernah selesai. Karena aku selalu tertidur ketika dipertengahan cerita ataupun di awalnya. Sampai-sampai aku berpikir bahwa akulah putri itu dan mengharap sang pangeran kan datang bersama kuda tunggangannya.
            Tapi semua berlalu seiring perkembangan waktu, aku tumbuh menjadi putri di alam bawah sadarku dan berlaku seperti putri di cermin kehidupanku. Putri dari Jambi, kenyataan yang tak pernah aku akui sama sekali.
***
            Jambi. Kota kecil tempat kelahiranku di pulau Sumatra. Tapi dari dulu aku tidak pernah sadar bahwa aku orang Jambi karena di lingkunganku sudah banyak pendatang-pendatang yang bukan berasal dari Jambi. Begitupun orangtuaku, meskipun mereka lahir di Jambi, tapi sangat jarang membawa bahasa jambi asli di dalam rumah. Mungkin karena pengaruh saat mereka menjadi pengajar di tempat mereka bekerja. Hingga aku merasa bukan orang jambi meski tinggal di kota Jambi.
Bahkan 2 tahun tinggal di kota hujan pun tidak menjadikanku tahu apa keistimewaan yang bisa ku tunjukkan kepada teman-temanku saat gamelan, karawitan, dan bahasa sunda menjadi mata pelajaran wajib di sekolah dasar ini. Aku sempat stress ketika tahu bahasa daerah mereka menjadi salah satu pelajaran wajib waktu itu. Dan ternyata tidak hanya aku. Adikku yang berbeda 5 tahun dibawahku pun pernah menangis ketika tidak bisa mengisi ulangan bahasa sunda. Sungguh mengerikan karena kami bukanlah orang asli di tempat ini. Bila adaPR bahasa sunda, aku selalu minta ajarin dengan Teh Maya, dan sahabat-sahabat karibku di sekitar rumah. Bila sudah putus asa, terkadang aku melihat dan sharing dengan teman sekelas. Karena jujur aku blank. Artinya saja tidak mengerti apalagi bila harus membuat kalimat dengan bahasa itu. Innalillah... Tobat deh..
            Sedih. Kata pertama yang terbayang ketika aku harus pisah dari semua sahabat, tetangga, dan orang-orang yang sudah ku anggap sebagai saudara di kota yang setiap harinya membuat aku dan teman-temanku harus membawa payung dan mengangkat sepatu sepulang sekolah karena hujan dan banjir di dekat rumahku. Tapi aku bahagia, rumah kecil ini mengajarkanku kata berbagi dengan tetangga. Baik itu berbagi jemuran ketika mencuci, berbagi TV ketika menonton, berbagi daging kurban yang disate karena asap yang akan tercium kemana-mana. Tapi aku suka. Dan harus merelakan semua pergi di kehidupanku. aku akan bertemu  Hani dan Nur, 2 sepupuku di kota kelahiranku. Sebagai penguat untuk mengobati sedihku.
***
            Tempat tinggalku dijambi sangat berbeda dengan kontrakan di Bogor. Di jambi, aku tingal di tempat yang sulit di jangkau oleh kendaraan umum. Bahkan dahulu rumah-rumah yang ada di sekitarku tidak sampai 5 biji. Hani lah temanku bermain dan 2 orang penggangu yang mengikuti kami kemanapun kami pergi yaitu, Nur dan Ica, Adikku.
            Kami selalu bermain berempat. Sangat sulit mencari teman di lingkunganku. Bahkan jarang kami bertemu. Ntah mereka ada atau tidak, tidak penting bagiku karena dengan keluarga ini, aku sudah merasa bahagia dan cukup.
            Pertambahan usia dan kesibukan telah sedikit demi sedikit mengambil semua dariku. Mulai dari Ica dan Nur yang pulang sekolah sampai sore, Hani yang sibuk dengan kegiatan sekolahnya dan aku yang ikutan sibuk-sibuk gak jelas. Hingga pada akhirnya Nur memutuskan untuk mondok di Darunajah, Cipining. Begitupun Hani, kakaknya Nur. Ia memutuskan untuk kuliah di luar kota. Ica juga semakin besar, ia di terima di sebuah sekolah yang mewajibkan siswa-siswanya tinggal di asrama. Dan aku... aku masih di Jambi bersama orangtuaku. Mengukir pelangi di kota Jambi menyibukan diri dengan segala aktivitas-aktivitas yang aku senangi. Dan pada akhirnya ku temukan seorang kakak yang perhatian dan peduli kepadaku di salah satu organisasi kampusku.
            Dahulu.. aku bukanlah seorang anak yang cengeng, suka mengeluh ataupun mengadu. Cukup aku yang tahu apa masalah diriku. Tapi semua berakhir hingga ku temukan masalah yang membuatku tak tahn untuk menahan sesak di dada.
            Saat itu aku mendengar bu Isa guruku sedang menceritakan keburukan Rama, seseorang yang aku kenal dan kebetulan sering curhat kepada Bu Isa. Karena telah menggangap Bu Isa sebagai orang tuanya sendiri. Tapi itu yang ku sesalkan mengapa Ia begitu mudah mengeluarkan dan menceritakan apa yang sudah dipercayakan kepadanya. Akhirnya Rama tahu dan langsung menemui Bu Isa. Aku tidak tahu apa yang mereka bincangkan tetapi yang jelas aku sungguh merasa bersalah, karena gara-gara akulah Rama tahu tentang semua itu. Sebenarnya tidak ada maksud sedikitpun untuk memperburuk keadaan apalagi merusak hubungan baik antara Rama dan Bu Isa. Aku hanya menginginkan agar Rama tidak menceritakan hal-hal yang pribadi lagi kepada Bu Isa. Aku tak mau privasi Rama di ketahui oleh semua orang. Tapi aku salah. Dan yang lebih aku sedihkan adalah seharusnya akulah orang yang di marahin dan mungkin di benci oleh bu Isa, guruku. Tapi aku salah, Bu Isa malah menuduh dan marah kepada orang lain yang saat itu bersama denganku. Aku sedih, sangat. Aku tidak berani mengatakan hal yang sebenarnya dengan Bu Isa, karena dia adalah guruku yang telah mengajariku dan dia telah baik kepadaku. Aku melakukan hal tadi, bukan karena aku benci atau tidak tahu berterima kasih kepada guruku. Aku hanya tidak mau aib saudaraku nanti akan terbeber lebih jauh. Tapi ntahlah, sekarang Ramapun menuduh aku mengadu domba mereka, mungkin Rama marah kepadaku. Aku tak peduli lagi, yang aku pikirkan adalah nasib temanku yang harus menanggung beban karena kesalahan yang tidak pernah dia lakukan. Hingga malam itu 2 jam nonstop ku telpon kak Paras untuk sharing dan mengambil solusi apa yang harus aku lakukan.
            Semakin lama aku semakin dekat dengan kak Paras dan ternyata kami cocok. Sering aku bercerita dengannya dan begitupun sebaliknya. Aku merasa punya seorang kakak perempuan. Seneng rasanya bisa berbagi dan bersama. Tapi semua ternyata tidak semudah apa yang aku bayangkan, setelah agak lama aku dekat dengan kak Paras ternyata banyak kecemburuan yang terjadi pada teman-temanku yang ingin dekat dan menjadikan kak Paras sebagai kakak juga.
            Benci, kesel, marah dan kecemburuan sudah mulai menghampiriku. Tidak hanya satu orang tetapi juga mungkin 3 atau 4. hanya sikap mereka berbeda paling hanya menjauh ketika berhadapan denganku. Aku sedih, apa salahku? Apakah salah ketika aku memilih kak Paras sebagai kakakku. Atau mungkin mereka cemburu karena kak Paras lebih dekat dan memilih aku sebagai adiknya. Ah... aku bingung. Apanya  yang salah? Masalah hati siapa yang tahu. Toh tidak ada yang bisa di salahkan, kak Paras memang orang yang perhatian pada semua orang, siapapun. Hingga terkadang ia sering mengorbankan dirinya sendiri untuk orang lain. Itu yang aku salut.
            Aku bingung harus bagaimana terkadang aku ingin lari dari semua ini, tapi sulit. Aku sangat sayang dengan kak Paras karena dia telah banyak menghiburku, dialah temanku saat aku sendiri, dia tempat curhatku dan semua. Dia adalah kakakku. Tapi aku tak pernah sama sekali ingin ataupun membayangkan punya musuh apalagi temanku sendiri. Ntah lah apa yang harus ku lakukan. Aku lebih banyak diam ketika sepupu kak Paras yang sudah dianggap seperti adiknya marah kepadaku karena mungkin merasa sudah mengambil kak Paras. Apa aku salah ya? Tapi hanya satu yang menjadi penguatku untuk bertahan dekat dengan kak Paras. Kak Paras selalu berkata kepadaku untuk sabar dan jangan dengarin kata orang. Disitu aku sadar, ternyata Kak Paras tidak ingin aku down dan menjauh dari nya. Kak Paras ingin agar persaudaraan ini terus berlangsung sampai kapanpun. Dia sangat menyayangiku seperti layaknya seorang adik kandungnya. Bahkan lebih. Banyak senyum yang ia ciptakan untukku. Walau hanya dengan sebuah roti kecil untuk ku agar tidak kelaparan saat beraktivitas hingga sore hari.
            Hingga pada akhirnya aku harus mendengar kabar yang sangat menyedihkan. Kak Paras diminta orangtuanya untuk kembali kekampung halamannya di Taliabo, Sulsel. Sungguh sangat jauh dari tempatku berada di Sumatra. Mau tidak mau ka Paras harus ikut. Aku sedih, bahkan sangat. Tapi ku coba ikhlas dan tidak memperlihatkan sedihku di depannya. Sudah cukup banyak orang yang menyesali keputusannya untuk memenuhi janjinya kepada kedua orangtuanya. Dan aku tidak ingin kak Paras tertekan.
***
Aku merasa kehilangan, sangat! Semua berubah dan aku berubah. Sulit sekali rasanya kutemukan aku yang dahulu di dalam diri ini. Aku menjadi lemah seperti tidak berdaya, tak ada tawa, tak ada cahaya dan suara. Aku sendiri di dalam tidur-tidur mimpiku menunggu sang pangeran berkuda yang kan membangunkanku dalam semua hayalanku.
Sst..., biar mereka yang berbicara
                                                                Rafiqotul Ifadah
Dengarkanlah nyanyian burung,
karena mungkin besok
Engkau tidak bisa lagi mendengarkannya

Perhatikanlah pemandangan indah
Selaksa pelangi
Karena barangkali dikau tidak bisa melihatnya

Bisikkanlah kata-kata syahdu ke hati,
Karena bisa jadi kau tidak dapat menyentuhnya lagi

Lantunkanlah nyanyian merdu
Kalam Ilahi
Karena ku tak jamin kau dapat lepas dari-Nya

Sadarkanlah jiwa yang tertidur
Karena mereka masih bisa bangun
Sebelum kau sadar, mereka telah mati
Kesumat Makna
                                                                                                                             Rafiqotul Ifadah

Degup jantung yang terurai
Ketika langkah perlahan gontai
Hingar bingar makhluk beretika
Lambat laun terkikis
Nestapa keangkuhan semu tak bernyawa

Dunia...!
Lemah
Hilang
Kosong
Melompong

.: Jiwa yang angkuh!!
Tak mengenal ...
Mana yang agung

HUJAN!                                  KILAT!                                    GEMURUH!

Kering...

Beliung memutar!
Belum puas dengan semua fakta?




.:Hati ini kotor.
Tahu bersih?
Siang malam
Tak luput... Sobat.
Sebutir padi pun kau tak punya.
Jangan menghindar,
Siapa sangka
Degusan napas itu kan terhenti
Siapa kira
Hari ini kan abadi

Bila semua terjadi,
Apa kau baru menyesal.
Sayang sobat, percuma
Bersimbahdarahpun kau tak diladeni.
Ada yang peduli dengan
Hewan angkuh tak tahu terimakasih?.

.:Siapa yang abadi??
Katakan padaku siapa yang abadi di dunia ini?
Manusia pertama itu mati sobat, MATI.
Kekasih Tuhan,
Satu-satunya nama yang berani bersanding
Dengan Dzat Pencipta Kita
Juga mati sobat...
Lalu siapa yang berani mengatakan
Kau kan abadi di tempat tak abadi