Written By pusat alquran
SEORANG penggembala
kambing, sebut saja namanya Urwah, dari negara Kuwait menceritakan
kisahnya seperti yang ditulis oleh Syeikh Hamdan Hamud Al-Hajiri dalam
kitabnya “Auladuna, Kaifa Yahfazhunal Qur`an”. Berikut adalah kisahnya.
Pada saat berangkat, aku
merasakan dua hal yang berbeda pada waktu yang bersamaan. Di satu sisi
aku merasa sedih karena harus berpisah dengan keluarga di kampung, namun
di sisi lain aku merasa senang karena bisa pergi ke Arab Saudi. Ini
kali pertama aku masuk bandara dan berpergian dengan pesawat terbang.
Perasaan pun bercampur aduk, antara gembira, sedih, dan rasa takut.
Semuanya aku rasakan saat itu.
Aku tidak sempat
memikirkan tentang pekerjaan dan di mana aku akan bekerja setelah
mendapatkan panggilan dari seseorang di Arab Saudi. Bagiku yang hanya
lulusan SMA ini, diterima bekerja di Arab Saudi saja adalah sesuatu yang
hebat; karena jarang bagi kalangan menengah ke bawah di kampungku untuk
pergi ke luar negeri. Apapun pekerjaannya, yang penting halal dan
hasilnya dapat aku tabung untuk kembali ke Kuwait.
Tak terasa, muncul dalam
pikiranku tentang pakaian ihram yang ingin aku gunakan pada musim haji
dan cita-citaku untuk menghafal al-Quran selama berada di Arab Saudi.
Inilah cita-citaku semenjak lama. Sungguh aku akan berusaha menghadapi
semua kesulitan untuk menggapai cita-citaku itu.
Perasaan takut lalu
berubah menjadi tenang ketika aku tenggelam bersama cita-citaku
tersebut. Namun, pikiranku seketika buyar bersamaan dengan datangnya
seorang petugas bandara yang meminta paspor. Aku lalu menyerahkan
pasporku kepadanya. Petugas itu bertanya,
“Apa pekerjaanmu? Penggembala kambing?”
“Iya.“
Aku jawab dengan tegas pertanyaannya.
Setelah mengambil barang
bawaan, aku keluar bandara. Aku melihat namaku yang tertulis di kertas
besar dibawa oleh seseorang. Ternyata, dia adalah majikanku. Dia
menyambutku dengan senyuman.
Setelah itu, aku masuk
mobil majikanku yang tengah parkir di sana. Aku melihat lampu kota dari
kejauhan yang perlahan menghilang seiring dengan laju kendaraan yang
membawa kami. Pertanyaan demi pertanyaan datang silih berganti dari
majikanku. Berapa tahun kamu pernah menggembala kambing? Apakah engkau
dapat mengenali penyakit-penyakit kambing? Dan banyak pertanyaan
lainnya.
Setelah
pertanyaan-pertanyaan yang banyak, rasa kantuk mulai menguasaiku.
Majikanku mulai memberikan nasihat-nasihat, “Jangan kamu putus asa!
Janganlah kamu takut! Kamu harus bersemangat dan bersungguh-sungguh.”
Kami sampai di kemah
kecil setelah melalui jalan-jalan yang berliku. Kemudian majikanku
berkata, “Inilah tempat tinggalmu.” Aku merasa senang dengan tempat yang
luas serta suasana yang tenang dan indah. Kemahku berada di dataran
tinggi yang dikelilingi oleh tumpukan jerami dan gandum. Dalam kemahku
yang sederhana terdapat sebuah ruangan kecil yang berfungsi sebagai
dapur.
Pagi harinya, aku
menunaikan shalat Subuh setelah terbangun dari tidurku yang pulas karena
baru pertama kali melakukan perjalanan yang jauh.
Hari Pertama Mengembala
Pengembala kambing, ya
tetap pengembala kambing. Aku tidak menyesal bekerja sebagai pengembala
kambing lagi di negeri yang jauh dari negeriku. Meskipun di negaraku
juga bisa mengembala kambing, tapi seperti yang aku katakan, cita-citaku
ke Arab Saudi adalah menunaikan ibadah haji dan menghafal Al-Qur`an
hingga 30 juz.
Aku memulai hari
pertamaku bekerja. Aku lihat kambing gembalaanku satu persatu, lalu aku
membiarkannya berjalan di depan, dan aku mengikutinya sambil membawa
bekal untuk makan siang nanti. Aku tunggangi pungung kudaku dan berdoa
seperti yang tercantum dalam firman Allah Ta’ala,
“Mahasuci (Allah) yang
telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak
mampu menguasainya ”(QS. Az-Zukhruf: 13)
Debu-debu beterbangan
dari bekas pijakan kaki kambing yang sedang berjalan dengan perlahan.
Aku hidup di gurun, bukan di tanah subur yang mana seseorang bisa
mengembalakan kambingnya dengan mudah. Memang butuh perjuangan yang
hebat untuk mencari tempat pengembalaan kambing.
Dari kejauhan, sebuah
kemah mulai terlihat. Kemah itu adalah tempat tinggal pengembala kambing
yang juga bekerja dengan majikanku. Di sana ada beberapa orang yang
tengah beristirahat. Sesampai di sana, setelah memperkenalkan diri
kepada teman-teman dengan profesi yang sama, aku langsung berwudhu,
lantas mengumandangkan azan untuk shalat Zuhur. Gema suara azanku
terdengar di sekeliling kami. Setelah merasa aman karena kambing-kambing
gembalaan berada tidak jauh dariku, maka aku mengerjakan shalat
berjamaah. Setelah itu, aku meneruskan perjalananku yang jauh.
Dalam perjalanan, aku
teringat akan keluargaku dan penduduk kampungku. Aku teringat pula waktu
awal menghafal Al-Quran di negeriku. Yang paling kuingat adalah ucapan
ayahku. Beliau berpesan agar aku menghafal Al-Qur`an hingga khatam. Aku
berkata dalam hati, “Ini adalah kesempatan yang tak tergantikan dengan
apa pun dan merupakan ‘harta rampasan’ yang didapat tanpa susah payah,
karena aku tidak mempunyai kesibukan yang menghalangiku untuk
melaksanakan pesan ayahku itu.”
Tatkala tiba waktu
pulang, aku telah mengambil sebuah keputusan yang sangat penting, yaitu
aku akan mulai menghafal Al-Quran selama di Arab Saudi ini, Insya Allah.
Ya, aku akan menghafal Al-Qur`an. Aku bersyukur kepada Allah atas
petunjuk-Nya dan atas waktu yang kosong ini. Lagi pula, pekerjaanku
berada di luar kota yang jauh dari kebisingan. Walaupun kehidupan di
sini sulit dan keras, tetapi aku merasa senang karena tidak ada waktu
untuk bergunjing, mengadu domba, dan memfitnah orang lain. Suasana
pekerjaanku sangat kondusif dan jauh dari semua hal-hal yang tidak
berguna.
Kemudian aku pulang ke
kemahku dengan kelelahan. Sebelum masuk kemah, domba dan kambing
terlebih dahulu digiring menuju ke sumber air. Kemudian aku mengambil
air wudhu dan mengumandangkan azan Maghrib di kemahku. Bersama
teman-teman yang lain aku mengerjakan shalat maghrib berjamaah.
Inilah hari pertamaku
kerja di negeri ini dan demikianlah hari-hariku yang lain, kecuali hari
Jum’at; karena pada waktu itu aku melakukan shalat Jum’at.
Hari demi hari berlalu
dan tibalah musim haji. Majikanku yang baik hati mengizinkanku pergi ke
Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Singkat cerita, setelah selesai,
aku kembali ke tempat majikanku yang berada di wilayah timur negara Arab
Saudi. Aku sudah berterus terang kepada majikanku bahwa tujuan utamaku
ke Arab Saudi selain untuk bekerja adalah melaksanakan ibadah haji.
Namun, dia menanggapinya dengan senyuman seraya berkata, “Bersabarlah
sebentar, tinggallah beberapa bulan lagi di sini.”
Oleh karena itu, tidak
ada hal lain lagi yang kuharapkan selain menuntaskan hafalan al-Quran.
Maka dengan sungguh-sungguh aku membulatkan tekadku untuk itu. Aku
selalu berusaha, bersabar, dan berdoa kepada Allah Ta’ala agar
memberikanku petunjuk-Nya untuk menghafal al-Quran sehingga akhirnya
Allah Ta’ala memberikan karunia-Nya, yang mana aku dapat mengkhatam
hafalan Al-Quran sekitar 10 bulan lebih semenjak datang ke Arab Saudi.
Apakah engkau ingin mengetahui bagaimana aku bisa menghafal al-Quran?
Mulai Menghafal Al-Quran
Pada setiap pagi setelah
shalat subuh aku menghafal ayat-ayat al-Quran sebanyak dua lembar.
Setelah mengembala kambing, dan hendak pulang ke kemah, aku mengulang
kembali hasil hafalanku yang kudapat pagi tadi, lalu hafalan itu diulang
kembali pada keesokan harinya.
Keesokan harinya,
sebelum berangkat menggembala kambing, aku mengulangi hafalanku yang
kemarin. Apabila hafalanku yang kemarin itu sudah mantap, maka aku mulai
menambah hafalanku dengan ayat-ayat yang baru. Hal yang sama juga aku
lakukan ketika pulang ke kemah, yakni mengulangi kembali hasil hafalanku
pagi tadi dan mengulang kembali hafalan hari ini pada keesokan harinya
lagi. Adapun hari Kamis dan Jum’at aku khususkan untuk mengulang semua
hafalanku.
Pada saat beristirahat,
salah seorang temanku -yang menceritakan kisah ini kepada Syeikh Hamdan
Hamud Al-Hajiri- bertanya sambil terheran-heran, “Kamu tidak
memiliki radio dan televisi. Kamu juga tidak membaca koran, lalu
bagaimana kamu mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi di seluruh
dunia. Kamu benar-benar terpisah dari dunia luar.”
Sambil membetulkan
posisi duduk, aku katakan, “Sungguh, rasa khawatirku terhadap sesuatu
menjadi berkurang. Pada waktu kosong ini, aku sibuk memeriksa penyakit
kambing-kambingku atau menjahit bajuku yang sobek. Inilah
kejadian-kejadian yang luar biasa bagi diriku. Adapun kabar terhangat
adalah kabar yang disebutkan dalam firman Alah Ta’ala, Tuhan semesta
alam. Sementara itu, peristiwa yang paling agung adalah peristiwa
diutusnya para nabi beserta orang-orang beriman yang mengikutinya,
bagaimana dakwah mereka dan cobaan yang menimpa mereka. Bagi saya,
berita-berita yang ada koran dan majalah tidak begitu penting. Biarlah
saya menyibukkan diri dengan kabar yang datang dari Tuhan yang disembah
para makhluk di dunia ini.”
Subhanallah, sungguh
kuat keinginan si pengembala kambing ini untuk mengisi hari-harinya
dengan al-Quran. Kesibukan bekerja bukanlah sebuah alasan baginya untuk
tidak menghafal al-Quran. Hal yang terpenting bagi kita adalah berniat
sepenuh hati untuk menghafal al-Quran, lalu melaksanakannya, kemudian
istiqamah (kosisten) menjalaninya.
Seharusnya, kecanggihan
teknologi pada masa ini kita manfaatkan untuk menghafal Al-Quran. Pada
masa dahulu, barangkali cuma ada kaset atau cakram padat (CD) yang bisa
kita dengarkan untuk menghafal atau mengulang hafalan Al-Quran. Pada
masa sekarang, banyak rekaman para qari Timur Tengah maupun dalam negeri
dalam format MP3 yang bisa kita unduh dari situs resmi, lalu kita
simpan dalam telepon genggam, sehingga bisa didengar kapan pun kita
inginkan. Daripada mendengarkan musik yang hukumnya masih diperdebatkan
oleh para ulama, lebih baik mendengar tilawah Al-Quran. Mengerti atau
tidak maknanya, Anda sudah mendapatkan pahalanya.
Jangan terpengaruh oleh
ucapan orang, “Untuk apa menghafal Al-Quran, toh kamu tidak mengerti.”
Atau, “Yang penting adalah mengamalkan Al-Quran, bukan sekadar
menghafalnya.”
Itu hanya ucapan
orang-orang yang tidak mau menghafal Al-Quran. Dia tidak tahu bahwa
membaca dan menghafal itu pintu pertama untuk mengerti dan mengamalkan
Al-Qur`an. Bukankah waktu kecil dulu kita disuruh membaca dan menghafal
bacaan shalat secara sempurna tanpa mengetahui maknanya sama sekali?
Atau bahkan sebagian dari kita masih belum mengerti apa yang dia baca
sampai sekarang?
Tunggu apalagi, marilah
kita menghafal Al-Quran selagi hayat masih di kandung badan. Berusaha
untuk menghafal Al-Quran dengan membacanya berarti kita memperbanyak
satu ibadah lainnya, yakni menyeringkan bacaan Al-Quran. Banyak hadits
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menganjurkan kita untuk membaca
Al-Quran, di antaranya adalah yang diriwayatkan dari Abu Umamah
Al-Bahili, yang mana dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda, “Bacalah Al Qur`an, karena ia akan datang
memberi syafaat kepada para pembacanya pada hari kiamat nanti.” (HR.
Muslim).
Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam juga bersabda, “Sesungguhnya Allah akan memuliakan
suatu kaum dengan kitab ini (Al Qur`an) dan menghinakan yang lain.” (HR.
Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Dalam hadits lain,
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Orang yang paling
baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al-Quran dan
mengajarkannya (kepada orang lain).” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, dan
At-Tirmidzi).
Semoga kita termasuk
orang-orang yang gemar membaca Al-Quran, memahami maknanya,
menghayatinya, mengamalkannya, menghafalnya, lalu mengajarkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar