BUMI TIDAKLAH BERPUTAR, SEBELUM DIPERINTAHKAN UNTUK BERPUTAR

Rabu, 17 September 2014

Akhwat S2 Salahkah?

Aku pernah mendengar seorang lelaki berkata kurang lebih begini, "Kalau cewek S2 itu biasanya mencari pasangan yang S2 juga atau lebih". :) kita hanya tersenyum mendengar penyataan seorang laki-laki yang sudah memiliki istri berkata begitu. Memang sudut pandang setiap orang selalu berbeda. Tapi apapun itu, biasanya teko yang berisi teh hanya akan mengeluarkan teh bukan susu apalagi kopi. :)
Kita dinilai dari tiap apa yang kita keluarkan. Miris ya, jadi ketahuan. hehe... tapi seberapapun kita menutupi diri, pasti tetap saja bisa dinilai oleh orang lain. Pure aja, apa adanya. Jangan menghindar, tapi memperbaiki diri.
Balik lagi ke tema tadi. Aku miris dengan pernyataan si ikhwan tadi. Kasian kurasa. Istrinya. hehe. Ok. Tutup sampe disitu tentang dia. :)

Kita akan bahas, tentang Akhwat S2.
Yang pertama, dari sebutannya, seorang akhwat tentu berbeda dengan wanita biasa. Mulai dari kampuspun tentu kita sudah mengenal keberbedaan mereka dengan yang lain. Di saat yang lain hanya memikirkan kuliah dan cepat selesai, yang Akhwat (termasuk juga Ikhwan) pikirkan sudah mulai bercabang bagaimana memperbaiki diri, memperbaiki orang lain, menjalankan tugas organisasi, menyelesaikan masalah anggota, mensukseskan acara, mencari dana untuk acara, sampai memikirkan makanan untuk peserta. Semua.. setelah itu baru ia teringat tugas makala untuk besok belum rampung, hingga akhirnya begadang atau menyiapkan mental menghadapi segala resiko di kelas besok pagi. :) .
Disaat yang lain sibuk ke mall atau bermalas-malasan di hari minggu, dimanakah para akhwat ini?. Mereka biasa duduk melingkar dalam halaqoh-halaqoh kecil atau sedang sibuk menyukseskan sebuah agenda dan meninggalkan rendamannya untuk dicuci nanti malam bakda acara selesai.
Disaat yang lain bersolek cantik-cantik agar memikat sang ikhwan atau laki-laki lain. Akhwat berada didalam kebersamaan ukhuwah yang lebih indah dengan tetap mempertahankan hati bahwa semua akan indah pada waktunya.
Dan satu hal, mungkin bisa saja seseorang terlihat seperti akhwat. Tapi militansi, benturan, luka dan suka yang terbentuk atau dirasakan tidak akan membuat seseorang berubah menjadi akhwat. Mereka tetap istimewa, bukan karena polesan, tapi karena benturan, hantaman dan pembakaranlah yang menjadikan tanah liat menjadi sebuah guci berharga.
Mungkin ada yang futur, tapi sebuah kefuturan tentu akan merindukan masa-masa indah menjadi sebuah guci, hingga ia hanya perlu di poles sedikit dan diperbaiki dimana letak penyot-penyot atau lubangnya. Mungkin tempaan itu sungguh indah, hingga sulit untuk dilupakan.
Lalu bagaimana bila sebuah plastik yang secantik guci? Secantik apapun atau seindah apapun, aku yakin guci tak akan pernah iri dengan barang imitasi. :)
Dan itu semua, tak pernah lepas dari izin Ilahi.
Sudah jelas, lalu masih meragukan sebuah kata akhwat/ikhwan???  NOHE'... :)

Yang kedua, Ada sebuah masa dimana seorang wanita menjalankan sebuah amanah yang tidak bisa disambil atau anggap remeh. yaitu saat ia menikah dan menjadi seorang yang bertanggung jawab terhadap masa depan, Ibu.
Bukan karena diikat, tapi ia yang mengikatkan diri. Hingga ketika masa itu datang, segala fokus, tindakan dan cita-cita seolah tertuju pada buah hati dan keluarga. Bukan lagi pada diri pribadi.
Tentu berbeda dengan seorang pria, semakin bertambah usia, semakin semangat dalam memperbaiki kehidupan, berapapun jumlah anak tak jadi hambatan apalagi soal. Kan ada umminya. :). Memang tak ada yang pernah bisa menggantikan seorang ibu. Bila Ibu sakit, urusan anak, rumah, bisa jadi hal yang merepotkan bagi seorang Ayah. Coba bila Ayah atau anak sakit, Ibu yang awalnya sakit menjadi sembuh. Bukan karena hilang penyakit, tapi karena kekuatan cinta seorang ibu yang tak tega melihat suami dan anaknya sakit. Subhanallah... Barakallah untuk semua Ibu.
Dan begitulah, tak ada yang lebih penting dibanding keluarga, Apapun itu.
Lalu, bagaimana kasus wanita karir atau yang sibuk berdakwah? Itu perkara lain. Cobalah tanya, takkan pernah ada yang ingin menggantikan keluarga dengan kerjaan. Karena pada hakikatnya terkadang bekerjapun untuk kesejahteraan keluarga, berdakwahpun untuk menjalankan amanah sebagai khalifah dan mengisi pundi-pundi bekal hari akhir.
Bila ada seorang Ibu yang mampu menggantikan keluarga dengan kerjaan, maka dipertanyakan tentang ke Ibu annya. :)

Mungkin itulah yang menjadi salah satu penyebab hingga kadang para ibu menasehati para akhwat dengan kata "mumpung belum ada ekor". :) Amanah mereka sungguh mulia hingga tak ada apapun yang pantas disejajarkan dengan amanah lain.

Dan mereka melanjutkan S2 bukanlah karena ingin berbangga apalagi mencari yang lebih tinggi.
Salah satu alasannya ialah karena mumpung, mumpung ada kesempatan belajar, mumpung ada rezeki, mumpung belum menjalankan amanah mulia.
Dan yang mereka cari bukanlah suami yang pendidikannya sama atau lebih tinggi, mereka tak memikirkan gelar. Apalah arti sebuah gelar tanpa amal. Mereka mencari seseorang yang mampu membuat diri dan keluarga lebih baik, dekat dengan Ilahi dan membawa ke Syurga Abadi.
Wallahu'alam. Semoga ikhwan tadi atau mungkin ikhwan yang lain yang berpikiran sama terbuka hatinya untuk melihat dengan sudut pandang lain.
Terkadang cukup sedih apalagi miris saat melihat akhwat atau ikhwan bersanding dengan ammah. Sedih, tapi semoga Allah gantikan kebahagiaan yang lebih indah. Semoga suami atau istrinya bisa menjadi bagian dari dakwah bukan sebaliknya. Walaupun seorang ikhwan atau akhwat juga tak menjadi jaminan, tapi setidaknya bila ia militan bisa saja kita sentir telinganya untuk kembali bergabung bersama lagi.
Tempaan itu memang terlalu indah untuk dikenang. Dan tak selengkap kisah untuk diceritakan. Hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang merasakan.
Semoga Allah menyatukan hati-hati kita, mengistiqomahkan langkah-langkah kita dan mempertemukan kita di Syurga Abadi. Aamiin.

Tidak ada komentar: